Jalan Setapak
Menuju Nusantaa Jaya.
Perjalanan Spiritual Wong Kebablasan
Menelisik Jejak Satrio Piningit
oleh : Radin Fikar Rahandika Alkadrie
Misteri Satrio Piningit tak pernah pupus dari benak dan relung hati anak cucu leluhur Nusantara. Fenomena sejak masa kewalian pasca kehancuran Majapahit ini sangat lekat terutama bagi anak cucu Jawa – Bali Dwipa.
Perjalanan sejarah Nusantara telah menjadi saksi hidup tentang kemunculan Satrio Piningit di setiap perubahan masa yang telah diwasiatkan oleh para leluhur Nusantara ratusan tahun yang lalu.
Raden Patah (Jimbun) adalah sosok Satrio Piningit dukungan para wali utamanya Sunan Bonang yang menandai berdirinya Kerajaan Demak setelah mampu menghapuskan supremasi Kerajaan Majapahit.
Sultan Hadiwijoyo (Joko Tingkir) murid Sunan Giri merupakan Satrio Piningit pada masa berdirinya Kerajaan Pajang yang mengakhiri era Kerajaan Demak.
Panembahan Senopati (Sutowijoyo) murid Sunan Kalijaga juga merupakan Satrio Piningit pada masa berdirinya Kerajaan Mataram menggantikan eksistensi Pajang.
Dari beberapa peristiwa bersejarah tersebut mengandung makna yang tersirat bahwa kemunculan Satrio Piningit selalu berada pada pergantian ”masa besar” Nusantara dimana senantiasa tidak meninggalkan peran seorang wali (aulia).
Soekarno, Soeharto, Habibie, Gus Dur, Megawati dan SBY dapat pula dikatakan sosok Satrio Piningit pada masanya setelah Nusantara ini beralih menjadi NKRI.
Fenomena yang sangat menarik saat ini adalah : Akankah Satrio Piningit yang dikenal dengan nama Satrio Pinandhito Sinisihan Wahyu muncul pada masa ini ?
Mengingat dari situasi dan tanda-tanda alam yang terjadi mengindikasikan Nusantara akan memasuki ”era baru” yaitu : Jaman Kalasuba(kejayaan).
Buku ini berisikan ungkapan hasil ”perjalanan spiritual” penulis yang baru disadari kemudian telah masuk ke dalam pusaran misteri ini. Semoga membawa manfaat. Selamat membaca..
01 Pengantar
Diterbitkannya buku ini adalah sebagai persem-bahan penulis kepada seluruh anak bangsa di bumi Nusantara ini, sekaligus sebagai bentuk pertanggungjawaban moral spiritual atas pe-nulisan “Surat Terbuka Kepada SBY” (lihat lampiran) oleh penulis yang telah dilayangkan pada tanggal 14 September 2006. Surat tersebut sebenarnya secara eksklusif hanya dikirimkan kepada Presiden RI, Mensekkab, Menko Kesra, Menteri ESDM, Mendagri, Mensos, dan juga MUI (Majelis Ulama Indonesia) melalui email dan faksimili. Namun di luar sepengetahuan penulis, ternyata surat tersebut telah beredar luas di beberapa blog di internet. Hal ini baru penulis ketahui setelah banyak tanggapan dari masyarakat luas yang masuk melalui email dan sms. Sebuah kenyataan yang tidak dapat dihindarkan.
Memang pada akhirnya surat tersebut tidak mendapat tanggapan dari pihak yang ber-kompeten. Tetapi dari tanggapan dan masukan positif dari masyarakat pembaca surat tersebut menciptakan wacana tersendiri. Hingga penulis dibantu oleh saudara Nurahmad menayangkan sebuah blog di internet pada tanggal 10 Juni 2007 guna memaparkan dan menjelaskan hal-hal yang melatarbelakangi penulisan surat tersebut.
Blog itu dapat pembaca temukan di alamat web: http://nurahmad.wordpress.com, dengan titel: ”JALAN SETAPAK MENUJU NUSANTARA JAYA”. Materi tulisan yang dipaparkan adalah merupakan kajian dalam persepsi spiritual dari karya warisan leluhur nusantara, yaitu :
- Bait-bait Syair Joyoboyo,
- Serat Musarar Joyoboyo,
- Ramalan Sabdo Palon Noyo Genggong,
- Serat Kalatidha R.Ng. Ronggowarsito,
- Serat Darmo Gandhul, dan
- Uga Wangsit Siliwangi.
Latar belakang penerbitan buku ini dimaksudkan pula guna lebih melengkapi dan memperjelas materi tulisan yang telah dipaparkan di dalam blog.
Esensi tulisan yang ada di dalam blog maupun buku ini adalah merupakan hasil ”perjalanan spiritual” penulis sejak bulan Oktober 2004.
Sebelumnya, dengan segala kerendahan hati secara pribadi penulis memohon maaf sebesar-besarnya kepada para Syeh Toriqoh dan para Winasis/Waskita Kasepuhan di seluruh nusantara ini atas kelancangan dan keberanian penulis menuangkan tulisan-tulisan di dalam buku ini.
Sebagai ”pejalan” penulis sadar sepenuhnya akan adab-adab yang berlaku sebagai seorang ”pejalan”. Namun nampaknya tanda yang muncul sangat jelas : ”Saatnya Sudah Tiba”.
Untuk itu pula buku ini diterbitkan dalam rangka diselenggarakannya ”Sarasehan Spiritual Jalan Setapak Menuju Nusantara Jaya” di Semarang pada tanggal 20 Desember 2007 dengan mencanangkan topik : ”REVOLUSI AKBAR SPIRITUAL NUSANTARA”. Insya Allah, saatnya tabir misteri nusantara terkuak.
Dalam mengungkapkan tulisan-tulisan dalam buku ini penulis berusaha memaparkan dengan gaya bahasa populer dan sesederhana mungkin agar mudah dipahami bagi semua pembaca dari segenap lapisan. Mengingat penyampaian bahasa hakekat fenomena spiritual bagi konsumsi akal pikiran masyarakat umum adalah sesuatu yang sangat sulit dan rumit. Karena bagi orang awam terkesan segala sesuatunya dihubung-hubungkan (gothak-gathuk mathuk). Secara hakekat, dalam kehidupan ini tidak ada kebetulan. Kebetulan sejatinya merupakan ketetapan yang telah ditetapkan-Nya sesuai Karsa (kehendak) Allah SWT. Kecuali bagi pembaca yang sedikit banyak telah mengenal kawruh (ajaran laku utama di dalam tirakat ataupun tarekat/toriqoh).
Maka membaca buku ini dibutuhkan kedewasaan dalam perenungannya dan kesadaran spiritual tanpa terjebak ke dalam fanatisme beragama. Secara jujur penulis katakan, bahwa semula penulis pun awam terhadap sejarah nusantara. Namun di dalam ”perjalanan” ini dihadapkan pada fenomena-fenomena spiritual yang membawa penulis ke dalam ”pusaran sejarah” yang banyak membawa hakekat sebagai bekal untuk ”berjalan” pada saat ini di jaman ini dan masa depan.
Tidak semuanya dapat penulis ungkapkan dalam buku ini, tetapi hanya berkenaan dengan hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan bangsa ini saja. Utamanya berkaitan dengan situasi carut marut negeri ini di tengah penyakit moral akut yang menjangkiti sebagian besar anak bangsa nusantara dewasa ini.
Tidak pula dalam buku ini penulis bermaksud membahas sejarah sesuai metodologi ilmiah sebagai disiplin dalam keilmuan sejarah. Namun penulis berupaya menyatakan kenyataan yang tersembunyi sesuai dengan fenomena spiritual yang muncul berkaitan dengan kejadian-kejadian atau situasi kondisi berkenaan di dalam sejarah dan masa kini. Sehingga kita semua mampu meraba situasi dan kondisi di masa yang akan datang guna tetap mawas diri, eling dan waspada. Benar tidaknya semua kita kembalikan kepada Allah Azza wa Jalla yang memiliki kerajaan bumi dan langit, yang Maha Menguasai dan Maha Mengetahui.
Tulisan di dalam buku ini merupakan hasil peng-alaman penulis melakukan perjalanan spiritual yang dilakukan sejak bulan Ramadhan (Oktober) tahun 2004.
Diawali pada saat itu selepas shalat maghrib penulis mendapat warid (bisikan hati atau dorongan bathin) untuk meninggalkan segala urusan duniawi dan menjumpai ”seseorang” di suatu tempat. Seseorang itu adalah orang biasa dan fakir (bukan kyai/ulama ataupun paranormal) yang tinggal di suatu perkampungan, dan sepengetahuan penulis beliau telah mukasyafah (terbuka mata bathinnya).
Singkat cerita beliau kemudian menjadi guru spiritual penulis yang pada akhirnya membimbing penulis dalam ber-tasawuf dengan pijakan melalui Toriqoh Qodiriyah (Syeh Abdul Qadir al Jillani) sejak Desember 2004 hingga saat ini.
Banyak sudah fenomena kegaiban yang dialami oleh penulis. Namun bagi penulis kegaiban demi kegaiban yang terlintas semata-mata untuk menambah keimanan atau keyakinan kepada Allah SWT, sehingga dapat lebih istiqomah dalam beribadah, mawas diri, eling dan waspada dalam menjalani kehidupan yang penuh dengan tipu daya ini.
Fenomena kegaiban yang berkaitan dengan tulisan yang dipaparkan dalam buku ini bermula ketika dalam bulan Desember 2004 (saat terjadi Tsunami Aceh) penulis menerima warid atau input spiritual berupa nama seseorang di alam kegaiban, yaitu: Dang Hyang Nirartha / Mpu Dwijendra / Pedanda Sakti Wawu Rawuh, yang merintis beberapa pura di pulau Bali seperti Pura Purancak, Rambut Siwi, Petitenget, Pulaki, dan lain-lain. Sebagai muslim, penulis sangatlah asing dengan nama dan sejatinya beliau. Penulis baru memahami siapa dan bagaimana tentang beliau setelah mendapatkan nama beliau yang terdapat di dalam beberapa referensi (Babad Tanah Bali dan Babad Manik Angkeran) yang didapat dari internet.
Selanjutnya berbagai input spiritual muncul yang mendorong penulis untuk mengunjungi berbagai tempat, seperti : dari Surabaya hingga Cirebon (Wali Songo), Makasar (Syeh Yusuf), Bone (Aru Palaka), Aceh (Syeh Malikussaleh), Bogor (Ki Ranggading), Surakarta (Pakubuwono X dan Mangkunegoro I), Trowulan Mojokerto (R. Wijaya dan Putri Campa), Blitar (Soekarno), dan berbagai tempat lainnya.
Baru pada bulan Mei 2006 penulis menerima input spiritual untuk pergi ke pulau Bali tepatnya di Pura Uluwatu (tempat moksha Dang Hyang Nirartha).
Akhirnya malam itu tanggal 13 Mei 2006 sesuai dengan input spiritual yang diterima, penulis telah berada di tempat itu bertepatan dengan Hari Waisyak bagi umat Budha, dan Hari Kuningan bagi umat Hindu. Malam purnama itu juga ditandai dengan meletusnya Gunung Merapi yang mengeluarkan laharnya ke arah barat daya, dan untuk pertama kalinya ditetapkan statusnya dari Siaga menjadi Awas Merapi.
Hasil memenuhi input spiritual tersebut kemudian muncul banyak ”bimbingan” dari kegaiban yang mendorong penulis untuk menelusuri karya-karya leluhur nusantara seperti yang dipaparkan dalam buku ini.
Karya-karya leluhur seperti : bait-bait syair Joyoboyo, Serat Musarar Joyoboyo, Ramalan Sabdo Palon Noyo Genggong, Serat Kalatidha R.Ng. Ronggowarsito, Serat Darmogandhul, dan Uga Wangsit Siliwangi, semuanya baru penulis kenal dan ketahui pada kurun waktu itu selama dalam hidup penulis.
Akhirnya pada kurun waktu bulan Agustus hingga Desember 2006, penulis merasa mendapat jawaban yang lengkap tentang Misteri Nusantara dalam konteks yang tersirat di dalam karya-karya leluhur kita.
Suatu fenomena spiritual yang luar biasa dalam perjalanan spiritual penulis. Sungguh Maha Besar Allah dengan segala Kekuasaan-Nya dan Maha Benar Allah dengan segala Firman-Nya. Ternyata hakekat apa yang tersirat di dalam karya-karya leluhur nusantara itu menunjukkan situasi kondisi sosial dan kepemimpinan nusantara di masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang.
Apa yang tersirat dari fenomena spiritual yang muncul sangat berkaitan erat dengan kejadian carut marut nusantara saat ini. Dan semua itu merupakan sinyal pesan dari alam kegaiban yang seakan ingin disampaikan kepada seluruh anak cucu negeri ini bahwa : ”Saatnya sudah dekat, Nusantara akan memasuki jaman baru berikutnya (Kalasuba/Kejayaan) setelah melalui lubang jarum Kalabendu yang amat sulit dan pelik.
Banyak kejadian di luar akal pikiran manusia sebagai tanda bahwa sosok yang dinanti dan masih tersembunyi telah hadir di tengah-tengah kita saat ini.”
Buku ini berisikan kumpulan tulisan dari sdr. Nurahmad dan penulis dilengkapi dengan karya-karya warisan leluhur nusantara seperti yang telah dipaparkan di dalam blog ”Jalan Setapak Menuju Nusantara Jaya” di internet.
Secara khusus dalam buku ini penulis memberikan kesimpulan yang lebih jelas tentang segala sesuatunya yang terpapar berdasarkan input-input sipiritual yang diterima langsung oleh penulis. Semoga buku ini bermanfaat bagi seluruh anak cucu leluhur nusantara sebagai wacana dan bahan perenungan dalam menghadapi segala situasi yang sedang terjadi di negeri kita tercinta dewasa ini. Semoga kita senantiasa menjadi hamba yang istiqomah, eling dan waspada dalam menggapai ridho-Nya.
Salam Merah Putih…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar