Pada pertemuan diskusi dua hari yang lalu yang membahas sejarah masa lalu Nusantara, saudara agung bimo sutejo dan timy hartadi berusaha mengungkap misteri candi cetho dan penataran. Relief pada candi tersebut menjelaskan bahwa leluhur kita sudah menguasai dunia, menjajah benua amerika tempo dulu, serta beberapa negeri di muka bumi. Kemudian seorang ahli geolog juga berusaha menjelaskan bahwa Adam dan Hawa ternyata lama bermukim di sunda. Tidak ketinggalan jaleswari pramodhawarni menilai bahwa bangsa Indonesia abad ini gagal untuk mendefinisikan keindonesiaannya sendiri. Hal itu didukung pula oleh budayawan radhar panca dharma yang juga iktu serta dalam seminar tersebut.
Oppenheimer, Dokter ahli genetic yang banyak mempelajari sejarah peradaban. Ia berpendapat bahwa Paparan Sunda (Sundaland) adalah merupakan cikal bakal peradaban kuno atau dalam bahasa agama sebagai Taman Eden. Istilah ini diserap dari kata dalam bahasa Ibrani Gan Eden. Dalam bahasa Indonesia disebut Firdaus yang diserap dari kata Persia "Pairidaeza" yang arti sebenarnya adalah Taman. Menurut Oppenheimer, munculnya peradaban di Mesopotamia, Lembah Sungai Indus, dan Cina justru dipicu oleh kedatangan para migran dari Asia Tenggara. Landasan argumennya adalah etnografi, arkeologi, osenografi, mitologi, analisa DNA, dan linguistik. Ia mengemukakan bahwa di wilayah Sundaland sudah ada peradaban yang menjadi leluhur peradaban Timur Tengah 6.000 tahun silam. Suatu ketika datang banjir besar yang menyebabkan penduduk Sundaland berimigrasi ke barat yaitu ke Asia, Jepang, serta Pasifik. Mereka adalah leluhur Austronesia.
Rekonstruksi Oppenheimer diawali dari saat berakhirnya puncak Jaman Es (Last
Glacial Maximum) sekitar 20.000 tahun yang lalu. Ketika itu, muka air laut masih sekitar
150 m di bawah muka air laut sekarang. Kepulauan Indonesia bagian barat masih
bergabung dengan benua Asia menjadi dataran luas yang dikenal sebagai Sundaland.
Namun, ketika bumi memanas, timbunan es yang ada di kutub meleleh dan mengakibatkan banjir besar yang melanda dataran rendah di berbagai penjuru dunia.
Data geologi dan oseanografi mencatat setidaknya ada tiga banjir besar
yang terjadi yaitu pada sekitar 14.000, 11.000, dan 8,000 tahun yang lalu. Banjir
besar yang terakhir bahkan menaikkan muka air laut hingga 5-10 meter lebih tinggi dari
yang sekarang. Wilayah yang paling parah dilanda banjir adalah Paparan Sunda dan
pantai Cina Selatan. Sundaland malah menjadi pulau-pulau yang terpisah, antara
lain Kalimantan, Jawa, Bali, dan Sumatera. Padahal, waktu itu kawasan ini sudah cukup
padat dihuni manusia prasejarah yang berpenghidupan sebagai petani dan nelayan.
Bagi Oppenheimer, kisah ‘Banjir Nuh’ atau ‘Benua Atlantis yang hilang’ tidak
lain adalah rekaman budaya yang mengabadikan fenomena alam dahsyat ini.
Di kawasan Asia Tenggara, kisah atau legenda seperti ini juga masih tersebar luas di antara masyarakat tradisional, namun belum ada yang meneliti keterkaitan legenda dengan fenomena Taman Eden.
Kontroversi dari Oppenheimer seolah dikuatkan oleh pendapat Aryso Santos. Profesor asal Brazil ini menegaskan bahwa Atlantis yang hilang sebagaimana cerita Plato itu adalah wilayah yang sekarang disebut Indonesia. Pendapat itu muncul setelah ia melakukan penelitian selama 30 tahun yang menghasilkan buku Atlantis, The Lost Continent Finally Found, The Definitifve Localization of Plato’s Lost Civilization (2005). Santos dalam bukunya tersebut menampilkan 33 perbandingan, seperti luas wilayah, cuaca, kekayaan alam, gunung berapi, dan cara bertani, yang akhirnya menyimpulkan bahwa Atlantis itu adalah Sundaland (Indonesia bagian Barat).
Santos menetapkan bahwa pada masa lalu Atlantis merupakan benua yang membentang dari bagian selatan India, Sri Langka, dan Indonesia bagian Barat meliputi Sumatra, Kalimantan, Jawa dan terus ke arah timur. Wilayah Indonesia bagian barat
sekarang sebagai pusatnya. Di wilayah itu terdapat puluhan gunung berapi aktif dan
dikelilingi oleh samudera yang menyatu bernama Orientale, terdiri dari Samudera
Hindia dan Samudera Pasifik. Argumen Santos tersebut didukung banyak arkeolog Amerika Serikat bahkan mereka meyakini bahwa benua Atlantis adalah sebuah pulau besar bernama Sundaland, suatu wilayah yang kini ditempati Sumatra, Jawa dan Kalimantan. Sekitar 11.600 tahun silam, benua itu tenggelam diterjang banjir besar seiring berakhirnya zaman es.
Menurut Al-Imam At-Thabari dalam Tarikhnya (jilid 1 hlm 121-126), bahwa Mujahid meriwayatkan keterangan AbduLLAAH bin Abbas bin Abdul Mutthalib yang mengatakan : �Adam diturunkan dari surga ke bumi di negeri India.� India yang dimaksud ini adalah Nusantara sebagaiman akan dijelaskan selanjutnya nanti , sebuah buku bertitel “Atlantis: The Last Continent Finally Found, The Definitive Localization of Plato’s Lost Civilization�, yang ditulis oleh Prof. Arysio Santos. Terbitan Atlantis Publications (Agustus, 2005). Dalam bukunya Prof. Arysio memaparkan hasil penelitiannya selama 30 tahun, yang menyimpulkan bahwa Benua Atlantis yang Hilang, sebagaimana Plato katakan, ternyata adalah Indonesia, 11.600 tahun yang lalu, sebelum sebagian besarnya tenggelam, karena bencana Letusan Gunung Karakatau, Toba, Semeru, dll. serta gempa, tsunami raksana dan naiknya air laut sampai 150 meter, akibat mencairnya selubung es di wilayah utara dan selatan Bumi. Dan ternyata Peradaban Atlantis di Indonesia itu adalah Peradaban pertama insan, tempat tinggal pertama Nabi Adam dan Hawa di Nusantara, tempat para leluhur nenek moyang peradaban-peradaban besar lainnya di dunia seperti Mesir, India, Persia/Mesopotamia/ Babylonia, dan Yunani, bahkan Maya & Aztec di Amerika.
Plato dan Santos sependapat. bahwa lokasi benua yang tenggelam itu adalah Atlantis dan oleh Santos dipastikan sebagai wilayah Republik Indonesia. Kedua, jumlah atau panjangnya mata rantai gunung berapi di Indonesia. Di antaranya ialah Kerinci, Talang, Krakatoa, Malabar, Galunggung, Pangrango, Merapi, Merbabu, Semeru, Bromo, Agung, Rinjani. Sebagian dari gunung itu telah atau sedang aktif kembali.
Terjadinya semburan lumpur lapindo pun erat kaitannya dengan keberadaan atlantis kuno.Soal semburan lumpur akibat letusan gunung berapi yang abunya tercampur air laut menjadi lumpur. Endapan lumpur di laut ini kemudian meresap ke dalam tanah di daratan. Lumpur panas ini tercampur dengan gas-gas alam yang merupakan impossible barrier of mud (hambatan lumpur yang tidak bisa dilalui), atau in navigable (tidak dapat dilalui), tidak bisa ditembus atau dimasuki. Dalam kasus di Sidoarjo, pernah dilakukan remote sensing, penginderaan jauh, yang menunjukkan adanya sistim kanalisasi di wilayah tersebut. Ada kemungkinan kanalisasi itu bekas penyaluran semburan lumpur panas dari masa yang lampau.Bahwa Indonesia adalah wilayah yang dianggap sebagai ahli waris Atlantis, tentu harus membuat kita bersyukur. Membuat kita tidak rendah diri di dalam pergaulan internasional, sebab Atlantis pada masanya ialah pusat peradaban dunia. Namun sebagai wilayah yang rawan bencana, sebagaimana telah dialami oleh Atlantis itu, sudah saatnya kita belajar dari sejarah dan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan mutakhir untuk dapat mengatasinya.
Dalam suatu alur cerita dikisahkan, dalam kunjungan resminya sebagai utusan raja, Empu Barang atau nama bangsawannya Haryo Lembusuro, seorang pandhito terkemuka tanah Jawa, berkunjung ke Jambu Dwipa (India).Sesampainya menginjakkan kaki di negeri Hindustan ini, oleh para Brahmana setempat, Empu Barang diminta untuk bersama-sama menyembah patung perwujudan Haricandana (Wisnu). Namun, dengan kehalusan sikap manusia Jawa, Empu Barang menyatakan bahwa sebagai pandhito Jawa, dia tidak bisa menyembah patung, tetapi para Brahmana India tetap mendesaknya, dengan alasan kalau Brahmana dinasti Haricandana menyembahnya karena Wisnu dipercaya sebagai Sang Pencipta Tribuwana.
Dengan setengah memaksa, Empu Barang diminta duduk, namun sewaktu kaki Empu Barang menyentuh tanah, tiba-tiba bumi bergoyang (tidak disebutkan berapa kekuatan goyangannya dalam skal ritcher). Yang jelas, saking hebatnya goyangan tersebut, patung tersebut hingga retak-retak dan inilah masa terjadinya ledakan 7 gunung besar yang kemudian memisahkan daratan India & Sunda.Memang, menurut tata cara Jawa, penyembahan kepada Sang Penguasa Hidup itu bukan patung, tetapi lewat rasa sejati, sehingga hubungan kawula dengan Gusti menjadi serasi. Itulah Jumbuhing Kawula Dumateng Gusti.Orang Jawa melakukan puja-puji penyembahan kepada Gustinya langsng dari batinya, maka itu dalam perkembangannya disebut aliran Kebatinan atau perkembangan selanjutnya dikenal dengan istilah Kejawen, karena bersumber dari Jawa.Memang pemahaman penyembahan masyarakat sunda tidak terikat pada konsep patung dan candi.Yang sangat menarik ternyata di antara jawa laut selatan dan australia terlihat dengan jelas jejak telapak tangan raksasa sebesar setengah pulau jawa,gambar itu bisa dilihat dengan menggunakn gps.
Ada banyak teori mengenai erpisahnya daratan di muka bumi antara lain : 1)Teori Kontraksi(James Dana dan Elie Baumant)2)Teori Laurasia-Gondwana (Eduard Suess) 3) Teori apungan benua (Alfred Wegener) 4)Teori lempeng tektonik…dan Teori ini adalah yg paling masuk akal dan diterima diseluruh dunia oleh ahli geologi. Kerak bumi dan lapisan litosfer mengapung diatas astenosfer, sehinga dianggap satu daerah yang saling berhubungan karena adanya aliran konveksi yg keluar di bagian tengah dasar samudra. Aliran ini kemudain meyebar ke kedua sisinya, sehinga diduga ada penambahan materi kerak bumi. Namus, menurut penelitian, tdk ada tambahan materi kerak bumi karena di bagian lain akan masuk kembali ke lapisan dalam, yang lebur bercampur dgn materi di lapisan itu. Daerah tempat masuknya materi tadi merupakan daerah tumbukan lempeng benua, yang biasanya ditandai oleh deretan palung laut dan pulau vulkanis. Pada daerah tumbukan ini, aktivitas gempa Bumi sgt sering trjadi, aktivitass pergeseran kerak bumi yang brlangsung terus menerus.(Mc Kenzie dan Robert Parker, yg kemudian disempurnakan oleh J. Tuzo Wilson)
Menurut cerita Critias, Atlantis tenggelam hanya dalam satu hari satu malam! Di Atlantis inilah terdapat kerajaan besar yang menguasai seluruh pulau dan daerah sekitarnya, termasuk Libia, kolom-kolom Heracles, sampai sejauh Mesir, dan di Eropa sampai sejauh Tyrrhenia. Lalu terjadilah gempa bumi dan banjir yang melanda negeri itu. Dalam hanya satu hari satu malam, seluruh penghuninya ditenggelamkan ke dalam bumi, dan Atlantis menghilang ditelan laut.Cerita tragis yang memunculkan mitos Atlantis itu, bila kita cermati memang akan mengarah secara geografis di sekitar Laut Tengah (Mediterania). Selain nama-nama Libia, Mesir, Eropa dan Tyrrhenia, disebut pula selat dengan pilar-pilar Hercules yang tidak lain adalah Selat Gibraltar (atau dalam bahasa Arab, Selat Jabaltarik) Sebuah teori geologi kuno menyebutkan, proses terbentuknya daratan yang terjadi di Asia belahan selatan adalah akibat proses pergerakan anak benua India ke utara, yang bertabrakan dengan lempengan sebelah utara. Pergerakan lempeng bumi inilah yang kemudian melahirkan Gunung Himalaya. Anak benua yang di selatan sebagian terendam air laut, sehingga yang muncul di permukaan adalah gugusan-gugusan pulau yang merupakan mata rantai gunung berapi. Gugusan pulau-pulau di Asia Tenggara, yang sebagian adalah Nuswantoro (Nusantara/Sundaland ???), yang pada zaman dahulu disebut Sweta Dwipa. Dari bagian daratan ini salah satunya adalah gugusan anak benua yang disebut Jawata, yang satu potongan bagiannya adalah pulau Jawa.
Kecantikan Pulau Jawa bahkan menarik hati Rajanya para dewa yaitu Betara Guru untuk mendirikan kerajaan dibumi. Turunlah dia dari domainnya di Swargaloka dan memilih tempat tinggal di gunung Mahendra. ( Kini disebut Gunung Lawu terletak diperbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur antara Surakarta dan Madiun). Betara Guru punya nama lain Sang Hyang Jagat Nata, ratunya Jagat Raya – The king of the Universe dan Sang Hyang Girinata, ratunya gunung-gunung, - the King of Mountains. Di kerajaan Mahendra, Sorga yang agung – The great Heaven , Betara Guru memakai nama Ratu Mahadewa.Jawata artinya gurunya orang Jawa. Wong dari kata Wahong, dan Tiyang dari kata Ti Hyang, yang berarti keturunan atau berasal dari Dewata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar